Selasa, 15 November 2011

ketika kitab-kitab dipolitisasi


Ketika Kitab-Kitab DipolitisasiJudul :  Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik: Episode Kebohongan Publik Sekte Salafi Wahabi
Penulis: Syaikh Idahram 
Tebal: 306 hlm
ISBN: 978-602-8995-01-6
Terbit: Cetakan I, 2011
Penerbit: Pustaka Pesantren, Yogyakarta.
Peresensi: M. Ajie Najmuddin*

Buku ini merupakan lanjutan dari Trilogi Data dan Fakta Penyimpangan Salafi Wahabi,sebuah kelompok yang namanya dinisbatkan dari nama pendidinya, yakni Muhammad ibnu Abdul Wahhab. Dalam buku pertama Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, sang penulis buku, Syaikh Idahram, telah memaparkan beberapa kekejaman dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Sekte Salafi Wahabi. Sedangkan dalam buku kedua ini, ia membahas kembali episode kebohongan Sekte Salafi Wahabi, yang memalsukan kitab dan menyelewengkan teks agama guna memuluskan kepentingan/kekuasaan (politisasi) kelompok mereka.

Kitab atau buku, bagi kaum muslim merupakan salah satu media utama dalam mencari kebenaran. Setelah Al-Qur’an dan hadist, kitab-kitab klasik karya ulama-ulama besar menjadi referensi setelah keduanya. Kitab-kitab seperti kitab Shahih Bukhari (Imam Bukhari), Ihya’ Ulumuddin (Imam Ghozali) dan kitab-kitab dari ulama besar lain, merupakan hujjah yang isinya banyak dijadikan sandaran bagi umat Islam. Lalu, apa jadinya jika kitab-kitab para ulama yang mewarisi ilmu dan petunjuk itu dikotori, diselewengkan, dan bahkan diselewengkan?

Barangkali anda akan terperanjat, ketika di dalam buku ini banyak dipaparkan sejumlah fakta kasus-kasus penyelewengan kitab yang dilakukan oleh Salafi Wahabi. Mulai dari pemusnahan dan pembakaran buku; sengaja meringkas, men-tahkik(penelitian secara mendalam terhadap sebuah manuskrip sebelum mencetak/menerbitkannya), men-takhrij (penelitian terhadap suatu hadist untuk menunjukkan atau menisbatkan hadist tersebut kepada sumber-sumbernya yang asli) kitab-kitab hadist yang jumlah halamannya besar untuk menyembunyikan hadist-hadist yang tidak mereka sukai; menghilangkan hadist-hadist tertentu yang tidak sesuai dengan faham mereka;

Sekte Salafi Wahabi sangat menyadari bahwa buku merupakan salah satu media yang paling efektif untuk ‘mengarahkan’ umat kepada faham yang mereka inginkan. Karenanya, tidak aneh jika mereka sangat concern dalam ranah perbukuan, penerbitan, dan penerjemahan. Beragam jenis buku-baik buku kertas maupun e-book/digital-mereka cetak untuk dibagikan secara gratis maupun dengan harga murah. Anda mungkin tidak percaya, tapi inilah di antara buktinya.

Modus Penyelewengan dan Pemalsuan

Salafi Wahabi menggunakan segala usaha untuk menghadapi orang-orang yang tidak sesuai dengan akidah mereka. Lebih dari itu, para pendukung kelompok Salafi Wahabi bahkan berani melakukan pengubahan dan pemalsuan pada kitab-kitab ulama terdahulu maupun ulama saat ini, yang mana kitab-kitab tersebut menjadi rujukan dan tumpuan umat Islam dalam mengklarifikasi kebenaran.

Untuk memperkokoh ajaran mereka yang rapuh secara dalil (naqli) maupun secara ilmiah (aqli) apapun mereka lakukan. Diantara modusnya adalah, Pertama, dengan menyelewengkan isi kitab-kitab turats dan makhtuthat (manuskrip) dari teks aslinya, baik dengan menghapus, menambah dan mengubah tulisannya, ataupun membelokkan maksud dan artinya dalam edisi cetakan mereka. Atau dengan sengaja mentahkik,mentakhrij, atau menyembunyikan hadist-hadist yang tidak mereka sukai.

Sebagai contoh, kasus hilangnya beberapa hadist dari kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan lainnya, yang diringkas dengan alasan untuk memudahkan dalam membacanya. Padahal dalam ringkasan tersebut, banyak hadist-hadist penting yang mereka buang karena tidak sesuai dengan faham mereka. Seperti yang terjadi pada kitab Syarh Shahih Muslim, dimana mereka membuang hadist-hadist tentang sifat Allah. Juga, sebagaimana hilangnya 49 kalimat dalam kitab Shahih Bukhari.

Kedua, mereka memotong-motong dan mencuplik pendapat ulama terkenal sehingga menjadi tidak sempurna, untuk kemudian diselewengkan maksud dan tujuannya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada pendapat Imam Syatibi dan Ibnu Hazm. Salafi Wahabi mengklaim bahwa Ibnu Hazm mengatakan, “Taqlid (mengikuti dan mencontoh ulama dalam beragama) itu haram.” Padahal, kalimat Ibnu Hazm itu sengaja mereka potong dan belum sampai titik. Adalah benar Ibnu Hazm mengharamkan taklid. Akan tetapi, keharaman taklid itu hanya bagi umat Islam yang mampu berijtihad dalam hukum, bukun bagi setiap orang Islam seperti yang diklaim oleh Salafi Wahabi. (Hal. 41)

Selain kedua modus itu, masih banyak lagi cara yang mereka lakukan dalam rangka memalsukan dan menyelewengkan teks. Diantaranya mereka juga aktif dalam hal pembajakan kitab. Pembajakan ini tidak hanya dilakukan oleh penerbit Darul Kutub al-Ilmiyah di Lebanon terhadap kitab Sirajut Thalibin karya Syaikh Ihsan Jampes (Kediri). Belakangan juga diungkap beberapa manipulasi dalam kitab terbitan Timur Tengah yang beredar di Indonesia.

Pengasuh Ponpes Denanyar Jombang, KH Aziz Masyhuri, mengungkapkan bahwa dalam kitab al-Adzkar terbitan Saudi Arabia, salah satu bagian penting yang menjelaskan tentang ajaran tawasul (berdoa dengan perantara) sengaja dihapus, karena bertentangan dengan ajaran Salafi Wahabi. Padahal kitab yang dikaji di berbagai pesantren itu ditulis oleh ulama Sunni yang dikenal menganjurkan tawasul.

Bahaya (Laten) Wahabisme di Nusantara

Meski banyak gambaran yang serba negatif tentang pemikiran dan gerakan Wahabiyyah, menurut Prof Azyumardi Azra, ironisnya sampai sekarang paham ini merupakan aliran keagamaan yang dianut dan diterapkan Kerajaan Arab Saudi. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga-lembaga di dalamnya berusaha melakukan penyebaran Wahabisme lewat pemberian dana dan bantuan lainnya kepada institusi, organisasi, dan kelompok muslim di berbagai wilayah dunia. Mereka juga membagi-bagikan Al-Qur’an dan literatur Islam, khususnya buku-buku karya Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dan Ibnu Taymiyyah, yang merupakan sumber pokok Wahabisme dan Salafisme.

Di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Wahabisme tidak pernah populer. Gerakan yang bertujuan untuk ‘pemurnian’ Islam ini menemukan momentumnya di Nusantara sejak awal abad ke-20 berkat pengaruh tokoh semacam Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha. Dengan karakter Islam Nusantara yang secara tradisional sangat dipengaruhi tasawuf dan tarekat, Wahabisme sejatinya sulit mendapat pijakan yang kuat di Indonesia dan wilayah-wilayah lain di Asia Tenggara.

Namun, bila kita melihat sejarah dari aliran ini, seperti beberapa kekejaman yang pernah dilakukan terhadap para ulama (Lihat Buku pertama) dan sejumlah penyelewengan/pemalsuan terhadap teks-teks agama Islam seperti yang telah dipaparkan dalam buku ini, maka kita juga mesti tetap mewaspadai keberadaannya. Cukup dilematis memang, orang bijak yang mengatakan seratus musuh di luar lebih baik daripada musuh di dalam. Dalam konteks ini, di satu sisi kita mesti tetap memperkuat ukhuwah terhadap sesama umat Islam untuk menghadapi musuh di luar, namun ketika mendapati fakta-fakta yang demikian, maka kita juga lebih hati-hati dan waspada akan bahaya (laten) Salafi Wahabi,yang bisa diibaratkan sebagai musuh dari dalam.

*Penulis adalah Aktivis PMII Solo, tinggal di Sukoharjo.diposting dari web: www.nu.or.id

BENARKAH IMAM ABU HASAN AL-ASY'ARI MELALUI 3 FASE PEMIKIRAN???


Bismillaahirrohmaanirrohiim

Khusus kepada mereka yang JUJUR dan BENAR-BENAR ingin memahami tentang jawaban dari dakwaan golongan Wahabi mengenai al-Imam Abu al-Hasan al-Asy`ari bertaubat dari manhaj yang disusun oleh beliau sekarang ini. Kami sediakan artikel ini agar kekeliruan yang di cetuskan oleh golongan Wahabi ini dapat dipadamkan. Artikel ini perlu dibaca sehingga habis, jika tidak maka anda tidak akan faham. Baca perlahan-lahan, seksama dan hindarkan membaca dalam keadaan emosi ^_^

Ada artikel yang tersebar di kalangan sebagian pakar, khususnya di kalangan golongan wahhabi yang mengatakan bahawa perjalanan pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fasa perkembangan dalam kehidupan beliau. (Lihat Mauqif Ibn Taimiyah min al-Asya`irah, Abd al-Rahman bin Saleh al-Mahmud(1995), Maktabah al-Rusyd, Riyadh, hal. 378.)

Pertama: Fase ketika al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari mengikuti fahaman Muktazilah dan menjadi salah satu tokoh Muktazilah hingga berusia 40 tahun.

Kedua: Fase di mana al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar dari aliran Muktazilah dan merintis mazhab pemikiran teologis (ilmu akidah) dengan mengikuti mazhab Ibn Kullab.

Ketiga: Fase di mana al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar daripada mazhab yang dirintisnya yaitu mengikuti mazhab Ibn Kullab dan kembali kepada Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang mengikut manhaj Salaf al-Salih dengan mengarang sebuah kitab yang berjudul al-Ibanah `an Usul al-Diyanah.

Berdasarkan hal ini, golongan Wahabi membuat kesimpulan bahawa mazhab al-Asy`ari yang berkembang dan diikuti oleh mayoritas kaum muslimin hingga dewasa ini adalah pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari pada fasa kedua yaitu mengikuti mazhab Ibn Kullab yang bukan merupakan pemahaman Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan telah dibuang oleh al-Imam al-Asy`ari, dengan kitab terakhir yang ditulis oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari iaitu al-Ibanah `an Usul al-Diyanah.

Dengan demikian, mazhab al-Asy`ari yang ada sekarang sebenarnya mengikuti mazhab Ibn Kullab yang bukan dari faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan tidak mengikuti mazhab al-Asy`ari dalam fase ketiga yang asli yaitu Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah. Inilah kenyataan dari artikel yang direka oleh golongan Wahabi/Salafi. dakwaan ini disebar secara menyeluruh oleh mereka pada dewasa ini.

Karen itu, artikel yang dibuat oleh golongan Wahhabi ini sudah tentu mempunyai banyak dusta mengenai fakta sejarah dan fakta ilmiah. Sebelum kita mengkaji artikel di atas satu persatu, ada baiknya kita memerincikan terlebih dahulu makna yang tersembunyi (hidden meaning) di balik artikel itu. Apabila hal tersebut dikaji, ada tiga makna yang tersembunyi di balik artikel tersebut.

Pertama: Perkembangan pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fase di dalam kehidupannya,yaitu Muktazilah, mengikuti mazhab Ibn Kullab dan terakhir sekali, beliau kembali kepada ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah. Ini adalah artikel pokok yang dipropagandakan oleh golongan Wahabi. Artikel ini menyembunyikan dua artikel di baliknya.

Kedua: Abdullah bin Sa`id bin Kullab bukan pengikut Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.

Ketiga: Kitab al-Ibanah `an Usul al-Diyanah merupakan fasa terakhir dalam kehidupan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari iaitu fase kembalinya al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari kepangkuan ajaran Salaf al-Salih atau Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.

SANGGAHAN / BANTAHAN

PERTAMA, BENARKAH IMAM ABU HASAN AL-ASY'ARI MELALUI TIGA FASE PEMIKIRAN ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengamati dan mengkaji sejarah kehidupan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari yang ditulis oleh para alim ulama’. Al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari merupakan salah seorang tokoh kaum Muslimin yang sangat masyhur dan mempunyai fakta yang jelas. Beliau bukan tokoh kontroversial dan bukan tokoh yang misteri yaitu perjalanan hidupnya tidak diketahui orang, lebih-lebih lagi berkaitan dengan hal yang amat penting seperti yang kita bicarakan ini. Seandainya kehidupan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari seperti kenyataan dalam artikel yang di rekayasa oleh Wahhabi/Salafi Gadungan itu, menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fase perkembangan pemikiran, maka sudah tentu para sejarawan akan menyatakannya dan menjelaskannya di dalam buku-buku sejarah. Maklumat mengenai ini juga sudah pasti akan masyhur dan tersebar luas sebagaimana fakta sejarah hanya menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari hanya bertaubat dan meninggalkan faham Muktazilah saja.

Semua sejarawan yang menulis biografi al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari hanya menyatakan kisah naiknya al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari ke atas mimbar di masjid Jami` Kota Basrah dan berpidato dengan menyatakan bahawa beliau telah keluar dari faham Muktazilah. Di sini kita bertanya, adakah sejarawan yang menyatakan kisah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar dari faham pemikiran Abdullah bin Sa`id bin Kullab? Sudah tentu jawabannya, tidak ada.

Apabila kita menelaah atau meneliti buku-buku sejarah, kita tidak akan mendapatkan fakta atau maklumat yang mengatakan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari bertaubat dari ajaran Ibn Kullab baik secara jelas maupun samar. Oleh karena itu, maklumat atau fakta yang kita dapati adalah kesepakatan para sejarawan bahwa setelah al-Imam Abu Hassan al-Asy`ari bertaubat daripada faham Muktazilah, beliau kembali kepada ajaran Salaf al-Salih seperti kitab al-Ibanah dan lain-lain yang ditulisnya dalam rangka membela mazhab Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.

Al-Imam Abu Bakr bin Furak berkata:
"Syaikh Abu al-Hassan Ali bin Ismail al-Asy`ari radiyallahu`anhu berpindah daripada mazhab Muktazilah kepada mazhab Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan membelanya dengan hujjah-hujjah rasional dan menulis karangan-karangan dalam hal tersebut…" (Tabyin Kidzb al-Muftari, al-Hafiz Ibn Asakir(1347H) tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, Maktabah al-Azhariyyah li at-Turats, cet.1, 1420H, hal 104)

Sejarawan terkemuka, al-Imam Syamsuddin Ibn Khallikan berkata: "Abu al-Hassan al-Asy`ari adalah perintis pokok-pokok akidah dan berupaya membela mazhab Ahl al-Sunnah. Pada mulanya Abu al-Hassan adalah seorang Muktazilah, kemudian beliau bertaubat dari pandangan tentang keadilan Tuhan dan kemakhlukan al-Quran di masjid Jami` Kota Basrah pada hari Jum'at". (Wafayat al-A’yan, al-Imam Ibn Khallikan, Dar Shadir, Beirut, ed. Ihsan Abbas, juz 3, hal. 284)

Sejarawan al-Hafiz al-Zahabi berkata: "Kami mendapat informasi bahawa Abu al-Hassan al-Asy`ari bertaubat dari fahaman Muktazilah dan naik ke mimbar di Masjid Jami’ Kota Basrah dengan berkata, “Dulu aku berpendapat bahwa al-Quran itu makhluk dan Sekarang aku bertaubat dan bertujuan membantah terhadap faham Muktazilah". (Syiar A`lam al-Nubala, al-Hafidz al-Zahabi, Muassasah al-Risalah, Beirut, ed. Syuaib al-Arnauth, 1994, hal. 89)

Sejarawan terkemuka, Ibn Khaldun berkata: "Hingga akhirnya tampil Syaikh Abu al-Hassan al-Asy`ari dan berdebat dengan sebagian tokoh Muktazilah tentang masalah-masalah shalah dan aslah, lalu dia membantah metodologi mereka (Muktazilah) dan mengikut pendapat Abdullah bin Said bin Kullab, Abu al-Abbas al-Qalanisi dan al-Harits al-Muhasibi dari kalangan pengikut Salaf dan Ahl al-Sunnah". (Ibn Khaldum(2001), al-Muqaddimah, Dar al-Fikr, Beirut,  ed. Khalil Syahadah, hal. 853)

Fakta yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun tersebut menyimpulkan bahwa setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar daripada faham Muktazilah, beliau mengikuti mazhab Abdullah bin Sa`id bin Kullab, al-Qalanisi dan al-Muhasibi yang merupakan pengikut ulama’ Salaf  dan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah.

Demikian juga, maklumat atau fakta sejarah yang dinyatakan di dalam buku-buku sejarah yang menulis biografi al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari seperti Tarikh Baghdad karya al-Hafiz al-Khatib al-Baghdadi, Tabaqat al-Syafi`iyyah al-Kubra karya al-Subki, Syadzarat al-Dzahab karya Ibn al-Imad al-Hanbali, al-Kamil fi al-Tarikh karya Ibn al-Atsir, Tabyin Kizb al-Muftari karya al-Hafiz Ibn Asakir, Tartib al-Madarik karya al-Hafiz al-Qadhi Iyadh, Tabaqat al-Syafi`iyyah karya al-Asnawi, al-Dibaj al-Muadzahhab karya Ibn Farhun, Mir`at al-Janan karya al-Yafi`I dan lain-lain, semunya sepakat bahwa setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari keluar dari faham Muktazilah, beliau kembali kepada mazhab  Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang mengikuti metodologi Salaf.

Disamping itu, seandainya al-Imam Abu Hassan al-Asy`ari ini melalui tiga peringkat aliran pemikiran, maka sudah tentu hal tersebut akan diketahui dan dikutip oleh murid-murid dan para pengikutnya karena mereka semua adalah orang yang paling dekat dengan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan orang yang melakukan kajian tentang pemikiran dan sejarah perjalanan hidupnya. Oleh itu sudah semestinya mereka akan lebih mengetahui daripada orang lain yang bukan pengikutnya, lebih-lebih lagi melibatkan tokoh besar iaitu al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari yang pasti menjadi buah mulut pelajar dan para alim ulama’. Oleh itu jelaslah, bahwa ternyata setelah kita merujuk pada kenyataan murid-murid dan para pengikut al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari, kita tidak akan menemui fakta sejarah yang menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan telah melalui tiga fase pemikiran yang di dakwa oleh golongan Wahabi/Salafi Gadungan.

Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan para pengikutnya bersepakat bahawa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan faham Muktazilah dan beliau berpindah kepada Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah seperti yang diikuti oleh al-Harits al-Muhasibi, Ibn Kullab, al-Qalanisi, al-Karabisi dan lain-lain.

Apabila kita mengkaji karya-karya para alim ulama’ yang mengikut dan pendukung mazhab al-Asy`ari seperti karya-karya yang dikarang oleh al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani, al-Syaikh Abu Bakr bin Furak, Abu Bakr al-Qaffal al-Syasyi, Abu Ishaq al-Syirazi, al-Hafiz al-Baihaqi dan lain-lain. Kita semua tidak akan menemukan satu fakta pun yang menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan mazhab yang dihidupkan kembali olehnya iaitu Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, sehingga tidak rasional apabila golongan Wahhabi/Salafi dakwaan mengatakan al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan mazhabnya tanpa diketahui oleh para murid-muridnya dan pendukungnya. Ini adalah kenyataan yang tidak masuk akal dan dusta yang sama sekali jauh dari kebenaran.

Golongan Wahabi/Salafi gadungan ini menyatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan mazhab yang dirintiskan olehnya bersandarkan metodologi al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari di dalam kitabnya al-Ibanah `an Usul al-Diyanah dan sebagian kitab-kitab lainnya yang mengikuti metodologi tafwidh berkaitan sifat-sifat Allah di dalam al-Quran dan al-Sunnah. Metodologi tafwidh ini adalah metodologi mayoritas ulama’-ulama’ Salaf al-Salih. Berdasarkan hal ini, al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dianggap  menyalahi atau meninggalkan metodologi Ibn Kullab yang tidak mengikuti metodologi salaf sebagaimana yang di dakwa oleh golongan Wahabi ini.

Dari sini lahirlah sebuah pertanyaan, apakah isi kitab al-Ibanah yang di dakwa sebagai mazhab Salaf bertentangan dengan metodologi Ibn Kullab, atau dengan kata lain, adakah Ibn Kullab bukan pengikut mazhab Salaf seperti yang ditulis oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari di dalam kitab al-Ibanah??? Pertanyaan di atas membawa kepada kita untuk mengkaji kenyataan berikutnya.

KEDUA, APAKAH IBN KULLAB BUKAN ULAMA’ SALAF DAN AHL AL-SUNNAH WA AL-JAMA`AH ?

Setelah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan faham Muktazilah, dia mengikuti metodologi Abdullah bin Sa`id bin Kullab al-Qaththan al-Tamimi. Artikel tersebut telah menjadi kesepakatan bagi kita dengan kelompok yang mengatakan bahwa pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fase, tetapi mereka berbeda dengan kita, karena kita mengatakan bahawa metodologi Ibn Kullab sebenarnya sama dengan metodologi Salaf, kerana Ibn Kullab sendiri termasuk dalam kalangan tokoh ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang mengikuti metodologi Salaf. Hal ini bisa dilihat dengan memperhatikan pernyataan para ulama' berikut ini.

Al-Imam Tajuddin al-Subki telah berkata: “Bagaimanapun Ibn Kullab termasuk Ahl al-Sunnah, Aku melihat al-Imam Dhiyauddin al-Khatib, ayah al-Imam Fakhruddin al-Razi, menyebutkan Abdullah bin Said bin Kullab di dalam akhir kitabnya Ghayat al-Maram fi `Ilm al-Kalam, berkata: “Di antara teologi Ahl al-Sunnah pada masa khalifah al-Makmun adalah Abdullah bin Said al-Tamimi yang telah mengalahkan Muktazilah di dalam majlis al-Makmun dan memalukan mereka dengan hujjah-hujjahnya” (Al-Subki (t.t), Tabaqat al-Syafi`eyyah al-Kubra, Dar Ihya’ al-Kutub, Beirut, ed Abdul Fattah Muhammad dan Mahmud al-Tanahi, juz 2, hal. 300)

Al-Hafiz Ibn Asakir al-Dimasyqi telah berkata: “Aku pernah membaca tulisan Ali ibn Baqa’ al-Warraq, ahli hadits dari Mesir, berupa risalah yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdullah ibn Abi Zaid al-Qairawani, seorang ahli fiqih mazhab al-Maliki. Dia adalah seorang tokoh terkemuka mazhab al-Imam Malik di Maghrib (Moroko) pada zamannya. Risalah itu ditujukan kepada Ali ibn Ahmad ibn Ismail al-Baghdadi al-Muktazili sebagai jawapan terhadap risalah yang ditulisnya kepada kalangan pengikut mazhab Maliki di Qairawan kerana telah memasukkan pandangan-pandangan Muktazilah. Risalah tersebut sangat panjang sekali, dan sebagian jawaban yang ditulis oleh Ibn Abi Zaid kepada ‘ali bin Ahmad adalah sepertimana berikut: Engkau telah menisbahkan Ibn Kullab kepada bid`ah, padahal engkau tidak pernah menceritakan satu pendapatpun dari Ibn Kullab yang membuktikan dia memang layak disebut ahli bid`ah. Dan kami samasekali tidak mengetahui adanya orang (ulama ’) yang menisbahkan Ibn Kullab kepada bid`ah. Justru maklumat yang kami terima, Ibn Kullab adalah pengikut sunnah (ahl al-Sunnah) yang melakukan bantahan terhadap Jahmiyyah dan pengikut ahli bid`ah lainnya, dia adalah ‘Abdullah ibn Sa’id ibn Kullab (al-Qaththan, wafat 240H)”. (Tabyin Kidzb al-Muftari oleh al-Hafiz Ibn Asakir(1347H) tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, Maktabah al-Azhariyyah li at-Turats, cet.1, 1420H, hal 298 – 299)

Data sejarah yang disampaikan oleh al-Hafiz Ibn Asakir di atas memuatkan kesaksian yang sangat penting dari ulama’ sekaliber al-Imam Ibn Abi Zaid al-Qairawani terhadap Ibn Kullab, bahwa ia termasuk pengikut Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan bukan pengikut ahli bid`ah.

Al-Hafiz al-Dzahabi telah berkata: “Ibn Kullab adalah seorang tokoh ahli kalam (teologi - ilmu yg berkaitan dengan ketuhanan) daerah Bashrah pada zamannya” Selanjutnya al-Dzahabi berkata: Ibn Kullab adalah ahli kalam yang paling dekat kepada Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah bahkan ia adalah juru debat ahl al-Sunnah Wa al-Jama'ah (terhadap Mu’tazilah). Ia mempunyai karya diantaranya al-Shifat, Khalq al-Af’al dan al-Radd ‘ala al-Mu’tazilah”. (Lihat Siyar A’lam al-Nubala, Maktabah al-Shafa, cet.1, 1424H, juz 7, hal 453)

Di dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala yang ditahqiqkan oleh Syeikh Syuaib al-Arnauth, pernyataan al-Dzahabi tersebut dipertegas oleh al-Syeikh Syuaib al-Arnauth dengan komentarnya mengatakan: “Ibn Kullab adalah pemimpin dan rujukan Ahl al-Sunnah pada masanya. Al-Imam al-Haramain menyebutkan di dalam kitabnya al-Irsyad bahawa dia termasuk sahabat kami(mazhab al-Asy`ari)”. (Siyar A’lam an-Nubala cetakan Muassasah al-Risalah (1994), Beirut, ed. Syuaib al-Arnauth, juz 11, hal. 175)

Demikian pula al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani menyatakan bahwa Ibn Kullab sebagai pengikut Salaf dalam hal meninggalkan takwil terhadap ayat-ayat dan hadith-hadith mutasyabihat yang berkaitan dengan sifat Allah. Mereka juga disebut dengan golongan mufawwidhah (yang melakukan tafwidh).(Ibn Hajar al-`Asqalani(t.t.), Lisan al-Mizan, Dar, al-Fikr, Beirut, juz 3, hal. 291)

Dari paparan di atas dapatlah disimpulkan bahawa al-Imam Ibn Kullab termasuk dalam kalangan ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan konsisten dengan metodologi Salaf al-Salih dalam pokok-pokok akidah dan keimanan. Mazhabnya menjadi inspirasi al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari (perintis mazhab al-Asy`ari).

Di sini mungkin ada yang bertanya apakah metodologi Ibn Kullab hanya diikuti oleh al-Imam al-Asy`ari?
Jawabannya adalah tidak. Metodologi Ibn Kullab tidak hanya diikuti oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari saja, akan tetapi diikuti juga oleh ulama’ besar seperti al-Imam al-Bukhari yaitu pengarang Sahih al-Bukhari, kitab hadits yang menduduki peringkat terbaik dalam segi kesahihannya. Dalam konteks ini, al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani telah berkata :

"Al-Bukhari dalam semua yang disajikannya berkaitan dengan penafsiran lafaz-lafaz yang gharib (aneh), mengutipnya dari pakar-pakar bidang tersebut seperti Abu Ubaidah, al-Nahzar bin Syumail, al-Farra’ dan lain-lain. Adapun kajian-kajian fiqh, sebagian besar diambilnya dari al-Syafi'i, Abu Ubaid dan semuanya. Sedangkan permasalahan-permasalahan teologi (ilmu kalam), sebagian besar diambilnya dari al-Karrabisi, Ibn Kullab dan sesamanya". (Ibn Hajar al-`Asqalani(t.t), Syarh Sahih al-Bukhari, Salafiyyah, Cairo, juz 1, hal. 293)

Pernyataan al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani tersebut menyimpulkan bahwa al-Imam Abdullah bin Said bin Kullab adalah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang mengikuti metodologi ulama’ Salaf, oleh karena itu dia juga diikuti oleh al-Imam al-Bukhari, Abu al-Hassan al-Asy`ari dan lain-lain.

Di sini mungkin ada yang bertanya, apabila Ibn Kullab termasuk salah seorang tokoh ulama’ Salaf dan mengikuti Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, beliau (Ibn Kullab) juga diikuti oleh banyak ulama’ seperti al-Imam al-Bukhari dan lain-lain, lalu mengapa Ibn Kullab dituduh menyimpang dari metodologi  Salaf atau Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah?

Hal tersebut sebenarnya datang dari satu persoalan, yaitu tentang pendapat apakah bacaan seseorang terhadap al-Quran termasuk makhluk atau tidak. Al-Imam Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya berpandangan untuk tidak menetapkan apakah bacaan seseorang terhadap al-Quran itu makhluk atau bukan. Menurut al-Imam Ahmad bin Hanbal, pandangan bahwa bacaan seseorang terhadap al-Quran termasuk makhluk adalah bid`ah. Sementara al-Karabisi, Ibn Kullab, al-Muhasibi, al-Qalanisi, al-Bukhari, Muslim dan lain-lain berpandangan tegas, bahwa bacaan seseorang terhadap al-Quran adalah makhluk. Berangkat dari perbedaan pandangan tersebut akhirnya kelompok al-Imam Ahmad bin Hanbal menganggap kelompok Ibn Kullab termasuk ahli bid`ah, meskipun sebenarnya kebenaran dalam hal tersebut berada di pihak Ibn Kullab dan kelompoknya. Dalam konteks ini al-Hafiz al-Zahabi telah berkata :

"Tidak diragukan lagi bahwa pandangan yang dibuat dan ditegaskan oleh al-Karabisi tentang masalah pelafazan al-Quran (oleh pembacanya) dan bahwa hal itu adalah makhluk, adalah pendapat yang benar. Akan tetapi al-Imam Ahmad enggan membicarakannya kerana khawatir membawa kepada pandangan kemakhlukan al-Quran. Sehingga al-Imam Ahmad lebih cenderung menutup pintu tersebut rapat-rapat". (Al-Dzahabi(1994), Siyar A`lam al-Nubala, Muassasah al-Risalah, Beirut, ed, Syuaib al-Arnauth, juz 12, hal. 82 dan juga juz 11, hal. 510)

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Ibn Kullab bukanlah ulama’ yang menyimpang dari metodologi Salaf yang mengikuti faham Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, sehingga mazhabnya juga diikuti oleh al-Imam al-Bukhari, al-Asy`ari dan lain-lain. Sekarang apabila demikian, dari mana asal-usul pendapat bahawa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan mazhab dan pendapat-pendapatnya yang mengikuti Ibn Kullab?

Pertanyaan ini mengajak kita untuk mengkaji artikel yang terakhir berikut ini.

KETIGA, KITAB AL-IBANAH AN USUL AL-DIYANAH

Kitab al-Ibanah `an Usul al-Diyanah di dakwa sebagai hujjah bagi golongan yang mengatakan bahawa pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari melalui tiga fase perkembangan di dalam kehidupannya. Memang harus diakui, bahawa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari di dalam kitab al-Ibanah dan sebagian kitab-kitab yang lain juga dinisbahkan terhadapnya mengikuti metodologi yang berbeda dengan kitab-kitab yang pernah dikarang olehnya. Di dalam kitab al-Ibanah, al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari mengikuti metodologi tafwidh yang diikuti oleh mayoritas ulama’ Salaf berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabihat. Berdasarkan hal ini, sebagian golongan memahami bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari sebenarnya telah meninggalkan mazhabnya yang kedua iaitu mazhab Ibn Kullab, dan kini beralih kepada metodologi Salaf.

Di atas telah kami paparkan, bahawa Ibn Kullab bukanlah ahli agama yang menyalahi ulama’ Salaf. Bahkan dia termasuk dalam kalangan ulama’ Salaf dan konsisten mengikuti metodologi tafwidh sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani di dalam kitabnya Lisan al-Mizan. Paparan di atas sebenarnya telah cukup untuk membatalkan dakwaan yang mengatakan bahawa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari meninggalkan metodologi Ibn Kullab dan berpindah ke metodologi Salaf, kerana Ibn Kullab sendiri termasuk dalam kalangan ulama’ Salaf yang konsisten dengan metodologi Salaf.

Oleh itu, bagaimana dengan kitab al-Ibanah yang menjadi dasar kepada kelompok yang mengatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan pendapatnya yang mengikuti Ibn Kullab?

Di sini, dapatlah kita ketahui bahawa kitab al-Ibanah yang asli telah membatalkan kenyataan golongan Wahhabi yang mengatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan pendapatnya yang mengikuti Ibn Kullab, karena kitab al-Ibanah di tulis untuk mengikuti  metodologi Ibn Kullab, sehingga tidak mungkin  dakwaan yang mengatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari telah meninggalkan pendapat tersebut. Ada beberapa fakta sejarah yang mengatakan bahwa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari menulis kitab al-Ibanah dengan mengikut metodologi Ibn Kullab, kenyataan ini disebut oleh al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani di dalam kitabnya Lisan al-Mizan yaitu :

"Metodologi Ibn Kullab diikuti oleh al-Asy`ari di dalam kitab al-Ibanah". (Ibn Hajar al-`Asqalani(t.t.), Lisan al-Mizan, Dar, al-Fikr, Beirut, juz 3, hal. 291)

Pernayataan al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani ini menambah keyakinan kita bahawa Ibn Kullab konsisten dengan metodologi Salaf al-Salih dan termasuk ulama’ mereka, kerana kitab al-Ibanah yang dikarang oleh  al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari pada akhir hayatnya dan mengikuti metodologi Salaf, juga mengikuti metodologi Ibn Kullab. Hal ini membawa kepada kesimpulan bahawa metodologi Salaf dan metodologi Ibn Kullab ADALAH SAMA, dan itulah yang diikuti oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari setelah keluar dari Muktazilah.

Dengan demikian, kenyataan al-Hafiz Ibn Hajar al-`Asqalani tersebut juga telah membatalkan dakwaan golongan Wahhabi melalui kenyataan mereka yang mengatakan bahwa pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari mengalami tiga fase perkembangan. Bahkan kenyataan tersebut dapat menguatkan lagi kenyataan yang menyatakan bahwa pemikiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari hanya mengalami dua fase perkembangan saja, yaitu fase ketika mengikuti faham Muktazilah dan fase kembalinya al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari kepada metodologi Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang sebenarnya sebagaimana yang diikuti oleh Ibn Kullab, al-Muhasibi, al-Qalanisi, al-Karabisi, al-Bukhari, Muslim, Abu Tsaury, al-Tabari dan lain-lain. Dalam fase kedua ini al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari mengarang kitab al-Ibanah.

Dalil lain yang menguatkan lagi bahwa kitab al-Ibanah yang dikarang oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari sesuai dengan mengikut metodologi Ibn Kullab adalah fakta sejarah, kerana al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari pernah menunjukkan kitab al-Ibanah tersebut kepada sebagian ulama’ Hanabilah di Baghdad yang sangat menitik beratkan tentang fakta, mereka telah menolak kitab al-Ibanah tersebut karena tidak setuju terhadap metodologi al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari. Di dalam hal ini, al-Hafiz al-Zahabi telah berkata :

"Ketika al-Asy`ari datang ke Baghdad, dia mendatangi Abu Muhammad al-Barbahari (ketua mazhab Hanbali) dan berkata : Aku telah membantah al-Jubba’i. Aku telah membantah Majusi. Aku telah membantah Kristian. Abu Muhammad menjawab, Aku tidak mengerti maksud perkataanmu dan aku tidak mengenal kecuali apa yang dikatakan oleh al-Imam Ahmad. Kemudian al-Asy`ari pergi dan menulis kitab al-Ibanah. Ternyata al-Barbahari tetap tidak menerima al-Asy`ari". (Al-Dzahabi(1994), Siyar A`lam al-Nubala, Muassasah al-Risalah, Beirut, ed, Syuaib al-Arnauth, juz 12, hal. 82 dan juga juz 15, hal. 90 dan Cetakan Maktabah al-Shafâ, cet.1, 1424H, vol.9, hal.372; Ibn Abi Ya’la al-Farra’(t.t.) Tabaqat al-Hanabilah, Salafiyyah, Cairo, ed. Hamid al-Faqi, juz 2, hal. 18)

Fakta sejarah di atas menyimpulkan, bahawa al-Barbahari mewakili kelompok Hanabilah  tidak menerima konsep yang ditawarkan oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari. Kemudian al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari menulis kitab al-Ibanah dan diajukan kepada al-Barbahari, ternyata ditolaknya juga. Hal ini menjadi bukti bahwa al-Ibanah yang asli ditulis oleh al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari tidak sama dengan kitab al-Ibanah yang kini diikuti oleh golongan Wahhabi. Kitab al-Ibanah yang asli sebenarnya mengikut metodologi Ibn Kullab.

Perlu diketahui pula, bahawa sebelum fase al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari, kelompok Hanabilah yang cenderung kepada penelitian fakta itu telah menolak metodologi yang ditawarkan oleh Ibn Kullab, al-Bukhari, Muslim, Abu Tsaury, al-Tabari dan lain-lain berkaitan dengan MASALAH BACAAN SESEORANG TERHADAP AL-QURAN APAKAH TERMASUK MAKHLUK ATAU BUKAN.

Sekarang, apabila kitab al-Ibanah yang asli sesuai dengan metodologi Ibn Kullab, lalu bagaimana dengan kitab al-Ibanah yang tersebar dewasa ini yang menjadi dasar kaum Wahhabi untuk mendakwa bahwa al-Asy`ari telah membuang mazhabnya ?

Berdasarkan kajian yang mendalam, para pakar telah membuat kesimpulan bahawa kitab al-Ibanah yang dinisbahkan kepada al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari tersebut telah tersebar dewasa ini penuh dengan tahrif/distorsi, pengurangan dan penambahan. Terutama kitab al-Ibanah yang diterbitkan di Saudi Arabia dan ditahqiqkan oleh ulama Wahhabi.

Benar-benar wahabi memang sengaja MENYEBAR TIPU DAYA dan FITNAH pada semua umat Islam di dunia

semoga setelah membaca dengan pelan-pelan, pikiran terbuka, tanpa ada emosi dan mengutamakan SIKAP OBYEKTIF, kita bisa lebih waspada akan apa-apa yang disampaikan oleh wahabi/salafi gadungan ini

Alhamdulillaahirobbil'aalamiin

Senin, 07 November 2011

LPJ tahun ketiga

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN TAHUNAN
BAZIS DESA PURWODADI MASA BHAKTI 2008-2013
TAHUN KETIGA



I.                    Muqadimah
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Syari'at Islam yang mulia mengajarkan pentingnya pertanggungjawaban atas segala tindakan agar umat tidak bertindak dengan ceroboh yang tanpa berdasarkan perhitungan dalil naqli maupun aqli yang sahih lagi sharih. Hatta di akhiratpun perbuatan dan posisi sekecil apapun dituntut adanya tanggungjawab sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “ كل كم راع و كل كم مسئو ل عن راعيته”. Adapun dari sisi manajemen berorganisasi, adanya pertanggungjawaban tertulis sangat diperlukan sebagai instrumen evaluasi terhadap perencanaan yang telah disusun dan pijakan langkah selanjutnya.
Badan Amil zakat Infaq dan Shadaqah Desa Purwodadi (untuk selanjutnya disebut BAZIS) sebagai organisasi sosial keagamaan  telah resmi berbhakti semenjak didirikan tanggal 20 September 2008 melalui SK Kepala Desa Purwodadi nomor: 188.4/03/IX/08. Sekalipun LPJ ini disusun sebagai pertanggungjawaban tertulis terhadap kinerja BAZIS dalam tahun ketiga kepada Kepala Desa sebagai pemberi mandat, Pengurus Besar BAZIS dan masyarakat muslim pada umumnya, namun pada prinsipnya pertanggungjawaban sejati ini adalah kepada Alloh SWT sebagai Pembuat syari'at dan Pemberi amanah sesungguhnya. Adanya khilaf dalam kinerja selama setahun berlalu adalah karena kelemahan kami adapun bilamana ada kebaikannya, maka sungguh itu adalah kembali pada Alloh SWT. Saran dan masukan atas isi LPJ dan kinerja BAZIS sangat diharapkan demi kebaikan dan perbaikan selanjutnya.
Wallohu musta’an.

II.             Tujuan
LPJ BAZIS tahun ketiga disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.       Pertanggungjawaban tertulis kepada Kepala Desa Purwodadi sebagai pemberi amanah.
2.       Pertanggungjawaban tertulis kepada Pengurus Besar organisasi.
3.       Pertanggungjawaban kepada masyarakat muslim sebagai subyek dari kerja BAZIS.
4.       Mengungkap deskripsi kinerja BAZIS tahun kedua, baik kinerja keorganisasian, kerja harian/bulanan, program aksi dan laporan keuangan.

III.                Deskripsi hasil kerja
Berpijak dari visi mewujudkan masyarakat yang cerdas, sehat, produktif dan tekun beribadah, BAZIS dengan struktur Pengawas dan Pengurus harian dengan ijin Alloh telah melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a.    Koordinasi internal organisasi yang meliputi pembagian tugas, bimbingan, optimalisasi dan penambahan personel dalam struktur pengurus, serta musyawarah dan koordinasi rutin.
b.    Sosialisasi, pendidikan, konsultasi dan bimbingan syariat ZIS kepada masyarakat Desa Purwodadi (dalam beberapa kesempatan juga dilakukan terhadap warga/ desa lain yang meminta informasi).
c.     Pemetaan potensi zakat dan inventarisasi rumah tangga sasaran.
d.    Penaksiran, pemungutan, penerimaan dan penyaluran ZIS.
e.    Pemberdayaan rumah tangga amil BAZIS dan keluarga BAZIS baik itu sebagai muzaki maupun mustahiq. 
Lima kegiatan di atas telah dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:
1.    Perubahan pola kerja amil menjadi penanggungjawab langsung pengumpulan dan penyaluran ZIS pada masng-masing wilayah kerjanya.
2.    Kartu infaq
3.    Bantuan peminjaman ternak kambing bergilir
4.    Sosialisasi pemahaman BAZIS beserta visinya
5.    LPJ  bulanan dan sosialisasi hasil musyawarah bulanan dengan sarana pemberian copy LPJ bulanan buku infaq dan buku zakat untuk forum rembug warga bulanan/ selapanan (tidak setiap bulan)
6.    Inventarisasi dan validasi data muzaki dan mustahiq secara periodik (verifikasi terlampir).
7.    Musyawarah dan kordinasi dwi bulanan. (program tri wulanan di tunda karena dinilai kontra produktif).
8.    Kerjasama penempatan kotak infaq di AHASS 8680 Dora Motor Purwodadi dan warung soto sapi Bu Darsih Purwodadi. (mulai muharrom 1432 H dikelola bersama Takmir Masjid Jami’ An-Nuur Purwodadi berdasarkan asas kemanfaatan dan fungsinya).
9.    Meningkatkan besaran bantuan kebutuhan pokok bulanan (dalam bentuk uang) untuk mustahiq yang memiliki beban hidup “sangat berat” dan /atau “tidak memiliki jalan nafkah” sejumlah 24 keluarga; dari Rp 25.000 per bulan menjadi Rp. 30.000
10. Sistem pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara terpisah, dengan perhitungan dan cara pemanfaatan seperti tahun pertama.
11. Intensifikasi komunikasi dengan mustahiq dan muzaki serta masyarakat yang belum menjadi keluarga BAZIS dalam hal pemahaman program kerja BAZIS
12. Pengelolaan  Zakat Fitrah di lingkungan masjid An Nuur Purwodadi selama dua hari sejak H-2 dari hisab 1 syawal 1431 H. dengan rincian 201 muzaki membayar zakat fitrah dalam bentuk harganya dan 65 muzaki dalam bentuk beras dan distribusikan pada 50 rumah tangga mustahiq di lingkungan RT. 5/1, RT 1/2, 2/2, 3/2, 4/2 dalam 3 kategori: ART <3, ART 3-5 dan ART >5. Dengan penyampaian terendah Rp. 55.000, Rp. 70.000 dan Rp. 85.000.
13. Revitalisasi kepengurusan harian, pembagian tugas dan struktur organisasi
14. Kalender BAZIS (format seperti milik BMT, bedanya adalah ayat/hadits yang dicantumkan berkenaan dengan keutamaan iman dan istiqomah; zakat, infaq, sedekah; sholat; dan puasa).
15. Beasiswa perlengkapan sekolah bagi siswa berprestasi. (belum terlaksana)
16. Periksa kesehatan gratis dan pengobatan bersubsidi. (belum terlaksana)
17. Penambahan fasilitas perkantoran.

IV.           Laporan Keuangan
Sejak LPJ tahun pertama Bulan Oktober 2010 dengan saldo awal Rp. 5.067.500, BAZIS telah menerima zakat maal sebanyak Rp. 2.984.000 dan telah disalurkan sesuai ashnafnya sebanyak Rp. 1.681.000, saldo akhir sebesar Rp. 6.370.000 dengan rincian terlampir. Dari buku induk infaq dapat disampaikan bahwa saldo awal Rp. 5.631.525 penerimaan selama tahun ketiga sebesar Rp. 8.541.600. Uang tersebut telah disalurkan insya Alloh sesuai haknya sebesar Rp. 9.142.300 sehingga saldo akhir sebanyak Rp. 5.080.825 dengan rincian terlampir. Untuk edisi LPJ tahun kedua kami usahakan memberikan data lebih rinci per-bulannya. Semoga pada tahun ketiga kami telah mengusahakan memberikan data lebih rinci per-bulannya beserta keterangan kegunaannya.
Dari data verifikasi, buku induk kartu infaq, buku induk infaq dan buku induk zakat diperoleh informasi bahwa sampai dengan bulan Juli 2011 terhimpun: 57 donatur zakat – Infaq dan shodaqoh, baik dari dalam Desa Purwodadi maupun penduduk dari luar desa. Adapun jumlah penerima adalah 145 keluarga/orang dengan 29 diantaranya dikategorikan rentan dan mendapat santunan bulanan rutin.

V.                  Pembahasan, kendala dan proyeksi penanganan
Untuk masa bhakti tahun keempat, BAZIS memproyeksikan pengoptimalan bantuan ternak bergilir dan layanan kesehatan gratis yang masih terkendala akan diarahkan pada posyandu anak dan lansia. Sementara santunan rutin dhu’afa akan diverifikasi ulang dan ditingkatkan besarannya menjadi Rp.40.000. adapun program lain yang telah berjalan dengan baik akan dipertahankan dan ditingkatkan.

VI.                            Penutup
Demikian Laporan Pertanggungjawaban ini di susun dan diajukan sebagai salah satu pertimbangan untuk melanjutkan amanah kami untuk tahun keempat atau untuk mencabut amanah dengan mencukupkan pada kinerja tahun ketiga. Lebih dari itu adalah sebagai salah satu alat evaluasi terhadap kinerja selama tahun ketiga untuk masa bhakti 2008-2013. Atas perhatian dan kerja sama semua pihak kami mengucapkan terima kasih semoga Alloh memberikan balasan sempurna di sisi-Nya. Amin. Tiada kalam penutup seindah ungkapan tahmid alhamdulillahi rabbil 'alamin, 'ala kulli halin.

Purworejo,              14  Agustus  2011 M
Menyetujui,
Kepala Desa Purwodadi,


Kadaryadi

Ketua BAZIS,


Eko Nuswantoro, S. Pd. I.

Catatan : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Lampiran 1. Pengurus BAZIS periode tahun ketiga
           
PENGAWAS     :      KEPALA DESA PURWODADI

Susunan Pengurus Harian     :


Ketua merangkap sekretaris          :           Eko Nuswantoro, S. Pd. I.                 
Bendahara Umum                         :           Sumisno
Bendahara Infaq dan sarpras        :           Syaiful Mujab

Koordinator program wilayah RT, kartu infaq, penyaluran bulanan merangkap Anggota:
RT. 01 RW. 1  :     Isman, S. Pd.
RT. 02 RW. 1  :     Sattyo Intarto
RT. 03 RW. 1  :     Tolchah (merangkap pengajian ibu-ibu)
RT. 04 RW. 1  :     Masyhuri
RT. 05 RW. 1  :     Ngalimin
RT. 01 RW. 2  :     Lukito Sutanto (merangkap RT. 05 RW. 2)
RT. 03 RW. 2  :     Apriyatno, S. IP., MM.
RT. 04 RW. 2  :     Ach. Supeno, S. Pd.
RT. 04 RW. 3  :     Santoso
Pengajian malam senin                              : Sugiyartono, BE
Pengajian ranting Muhammadiyah           : Drs. Sutarman

Jumat, 27 Mei 2011

sunan gunung jati

Sunan Gunung Jati adalah salah satu dari sembilan orang penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Kehidupannya selain sebagai pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan dai pada jamannya juga sebagai pemimpin rakyat karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon, bahkan sebagai sultan pertama Kasultanan Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati.

[navigasi.net] Lain-lain - Makam Sunan Gunung Jati
Ruang utama bagi pengunjung untuk melaporkan kehadirannya sebelum masuk untuk melakukan ritual ziarah
Memasuki kompleks pemakaman anda akan melihat Balemangu Majapahit yang berbentuk bale-bale berundak yang merupakan hadiah dari Demak sewaktu perkawinan Sunan Gunung Djati dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari Ki Ageng Tepasan, salah seorang pembesar Majapahit.
Masuk lebih kedalam anda akan melihat Balemangu Padjadjaran, sebuah bale-bale besar hadiah dari Prabu Siliwangi sebagai tanda penghargaan pada waktu penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Kasultanan Pakungwati (cikal bakal kraton di Cirebon).
Makam Sunan Gunung Jati yang terletak di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya. Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati. Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen lainnya yang menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam. Keramik-keramik yang menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien. Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.

[navigasi.net] Lain-lain - Makam Sunan Gunung Jati
Pintu Mergu, yang membatasi ruang ziarah bagi warga etnis tionghoa
Ada 9 pintu yang terdapat dalam Makam Sunan Gunung Jati, yaitu 1)Pintu Gapura, 2)Pintu Krapyak, 3)Pintu Pasujudan, 4)Pintu Ratnakomala, 5)Pintu Jinem, 6)Pintu Rararoga, 7)Pintu Kaca, 8)Pintu Bacem dan 9)Pintu Teratai. Para pengunjung atau peziarah hanya diperkenankan masuk sampai di pintu ke-5 saja.
Para peziarah di Makam Sunan Gunung Jati hanya diperkenankan sampai dibatas pintu serambi muka yang pada waktu-waktu tertentu dibuka dan dijaga selama beberapa menit kalau-kalau ada yang ingin menerobos masuk. Dari pintu yang diberi nama Selamat Tangkep itu terlihat puluhan anak tangga menuju Makam Sunan Gunung Jati.
Para peziarah umum diharuskan masuk melalui gapura sebelah Timur dan langsung masuk pintu serambi muka untuk berpamit kepada salah seorang Juru Kunci yang bertugas. Setelah diijinkan maka peziarah umum dapat menuju ke pintu barat yaitu ruang depan Pintu Pasujudan.

[navigasi.net] Lain-lain - Makam Sunan Gunung Jati
Motif porselen keramik yang banya menghiasi dinding makam Sunan Gunungjati
Uniknya didalam kompleks makam Sunan Gunung Jati terdapat kompleks makam warga Tionghoa dibagian barat serambi muka yang dibatasi oleh pintu yang bernama Pintu Mergu. Lokasinya disendirikan dengan alasan agar peziarah yang memiliki ritual ziarah tersendiri seperti warga Tionghoa tidak akan terganggu dengan ritual ziarah pengunjung makam.
Makam Sunan Gunung Jati dibersihkan tiga kali seminggu dan selalu diperbaharui dengan rangkaian bunga segar oleh Juru Kunci yang bertugas. Penggantian bunga dilakukan setiap hari Senin, Kamis dan Jumat. Pada hari Senin dan Kamis petugas akan masuk dari pintu yang disebut dapur Pesambangan, sedangkan pada hari Jumat petugas akan masuk dari pintu tempat masuknya peziarah disiang hari.
Jumlah petugas Makam Sunan Gunung Jati seluruhnya ada 108 orang yang terbagi dalam 9 kelompok masing-masing 12 orang berjaga-jaga secara bergiliran selama 15 hari yang diketuai oleh seorang Bekel Sepuh dan Bekel Anom (merupakan tambahan setelah Kraton Cirebon dipecah menjadi Kraton Kasepuhan dan Kanoman). Mereka yang mengemban tugas tersebut umumnya karena meneruskan tugas dari ayah atau saudara yang tidak mempunyai anak atau bisa juga karena mendapat kepercayaan dari yang berhak. Pada saat mereka diberi amanat mengemban tugas itupun ada serangkaian upacara atau selametan yang harus dilakukan oleh masing-masing orang. Seluruh petugas makam termasuk para Bekel dipimpin oleh seorang Jeneng yang diangkat oleh Sultan.

[navigasi.net] Lain-lain - Makam Sunan Gunung Jati
Al-Quran yang ditulis dengan tangan secara langsung dan telah berumur ratusan tahun
Adapun riwayat dibalik jumlah 108 berawal dari Pemerintahan Sunan Gunung Djati di Kraton Pakungwati yang pada suatu hari menangkap perahu yang terdampar dengan seluruh penumpang berjumlah 108 orang seluruhnya berasal dari Keling (Kalingga) dan berada dibawah pimpinan Adipati Keling. Orang-orang Keling ini kemudian menyerahkan diri dan mengabdi kepada Sunan Gunung Jati dan dipercaya untuk menetap dan menjaga daerah sekitar pemakaman sampai ke anak cucu. Sebagian masyarakat yang bermukim disekitar kompleks makam adalah keturunan orang-orang Keling tersebut. Oleh karena itu ke-12 orang yang bertugas tersebut mengemban tugas sesuai dengan jenjangnya sebagai awak perahu nelayan seperti juru mudi, pejangkaran dan lain sebagainya.
Selain Sultan dan Juru Kunci yang ditunjuk maka tidak ada lagi orang yang diperkenankan masuk ke makam Sunan Gunung Djati. Konon di sekitar makam Sunan Gunung Djati terdapat pasir Malela yang dibawa langsung dari Mekkah oleh Pangeran Cakrabuana. Pasir ini tidak diperbolehkan dibawa keluar dari kompleks pemakaman. Para Juru Kunci sendiri diharuskan membersihkan kaki-nya sebelum dan sesudah dari makam agar tidak ada pasir yang terbawa keluar. Pelarangan ini sesuai dengan amanat dari Pangeran Cakrabuana sendiri, mungkin karena pada jaman dahulu upaya untuk membawa Pasir Malela dari Mekkah ke kompleks pemakaman teramat berat dan sulit.
Tak jauh dari bangunan makam terdapat masjid yang diberi nama Masjid Sang Saka Ratu atau Dok Jumeneng yang konon dulunya digunakan oleh orang-orang Keling yang pernah memberontak pada Sunan Gunung Djati. Didalam masjid kita bisa melihat Al-Quran yang berusia ratusan tahun dan dibuat dengan tulisan tangan (bukan cetakan mesin).

[navigasi.net] Lain-lain - Makam Sunan Gunung Jati
Sumur Kamulyaan yang berada di sekitar mesjid ini, memerlukan ijin terlebih dahulu juga pengunjung ingin memanfaatkan air yang ada didalmnya
Ada beberapa sumur disekitar bangunan masjid, yaitu Sumur Kemulyaan, Sumur Djati, Sumur Kanoman dan Sumur Kasepuhan. Masjid ini sendiri memiliki 12 orang Kaum yang pengangkatannya melalui prosedur Kesultanan dengan segala tata cara dan tradisi lama yang masih dijalankan. Ke-12 orang tersebut terdiri dari 5 orang Pemelihara, 4 orang Muadzin, 3 orang Khotib ditambah dengan seorang penghulu atau Imam. Kecuali penghulu mereka bertugas secara bergilir setiap minggu dengan formasi 1 orang pemelihara, 1 orang Muadzin dan 1 orang Khotib.
Ada lagi legenda para wali yang berhubungan dengan Sumur Jalatunda yang berasal dari jala yang ditinggalkan Sunan Kalijaga saat dirinya diperintahkan mencari sumber mata air untuk berwudhu-nya para wali yang pada saat itu sedang mengadakan pertemuan. Sumur Jalatunda ini dikenal dengan Zam-zam-nya Cirebon.
Mengunjungi kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati sebetulnya tidak terlalu sulit. Lokasi-nya tidak jauh dari kota Cirebon. Jalan masuknya juga bisa dilalui oleh mobil dan sudah tersedia lahan parkir yang cukup luas.
Yang sangat disayangkan adalah banyaknya penduduk setempat yang meminta donasi tidak resmi kepada pengunjung atau peziarah yang datang ke makam. Dari mereka yang meminta dengan suka rela sampai dengan mereka yang menggebrak meja tempat diletakkannya kotak donasi untuk menakut-nakuti pengunjung apabila mereka menolak untuk membayar. Yang meminta donasi tidak hanya orang dewasa, melainkan anak-anak balita sampai kaum tua renta juga setia mengikuti bahkan ada yang sambil menarik-narik baju pengunjung. Macam-macam alasan yang digunakan, dari donasi untuk pemeliharaan makam sampai sumbangan sebagai ‘pembuka pintu’. Kalau anda datang bersama dengan rombongan peziarah, bersiaplah menghadapi  puluhan peminta sumbangan yang sudah berbaris panjang dari parkiran anda masuk sampai ke pintu gerbang peziarah.

[navigasi.net] Lain-lain - Makam Sunan Gunung Jati
Masjid Sang Saka Ratu atau Dok Jumeneng yang konon dulunya digunakan oleh orang-orang Keling yang pernah memberontak pada Sunan Gunung Djati.
Sangat mengesalkan sebetulnya. Pemandu memberitahu agar kami ‘jangan memulai’ memberikan donasi setiap kali diminta karena hanya akan membuat peminta donasi lain akan memburu. Walaupun kami sudah berusaha membatasi jumlah donasi yang kami keluarkan dengan terus menerus mengatakan “tidak” tetap saja kami harus merogoh kantong beberapa kali.
Upaya menertibkan konon sudah pernah ada. Sultan pernah memerintahkan mereka untuk berhenti meminta donasi tidak resmi tersebut, namun seminggu-dua minggu kemudian timbul kembali.
Alangkah baiknya apabila pihak Kraton yang berwenang atau pemerintah daerah mulai memikirkan cara untuk menertibkan mereka karena bisa jadi akan merusak citra tempat pemakaman Sunan Gunung Jati ini dan umat muslim pada umumnya. Aktivitas meminta-minta dengan paksa yang dilakukan kaum dewasa dan orang tua akan memberikan contoh tidak baik bagi anak kecil warga sekitar. Tak heran apabila mereka nantinya juga menjadi peminta-minta. Walaupun Sunan Gunung Jati pernah bertutur “Ingsun titip tajug lan fakir-miskin” yang artinya “Aku titipkan masjid/musholla dan fakir miskin” tetapi saya yakin bukan seperti inilah perwujudannya.